Memerdekakan Jiwa dengan Bingkai Islam
Oleh: BPH
Memasuki
bulan Agustus, masyarakat Indonesia dimeriahkan oleh perayaan hari kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus. Pada bulan ini, masyarakat disibukkan dengan
persiapan hari kemerdekaan, dan partisipasi untuk ikut memeriahkan
kegiatan-kegiatan yang diadakan pada hari tersebut. Hari kemerdekaan memang sudah
seharusnya dirayakan karena sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan
pahlawan-pahlawan dahulu dalam membebaskan Indonesia dari penjajah.
Dari
sini bisa kita ketahui bahwa untuk merdeka adalah bebas dari sesuatu, namun mengapa
untuk meraih `bebas` saja butuh perjuangan yang memakan ratusan tahun lamanya
dan berjuta orang? Sebenarnya apa arti dari merdeka itu sendiri dan hal-hal apa
saya yang bisa dimerdekakan?
Dalam
KBBI sendiri ada tiga pengertian yaitu:
1)
Bebas dalam artian dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya atau berdiri
sendiri;
2)
Tidak terkena atau lepas dari tuntutan;
3)
Tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu alias leluasa.
Sampai sini bisa disimpulkan bahwa merdeka berarti bebas dari sesuatu.
Sekarang
ini istilah merdeka sendiri memiliki arti yang lebih luas dan tak hanya
digunakan untuk konteks lepas dari penjajahan atau perbudakan. Bahkan pada
bulan Januari 2020, Kemendikbud Ristek mengeluarkan program barunya dengan
menggunakan kata merdeka yaitu Kampus Merdeka. Tak hanya itu, masih dalam
bidang yang sama ada juga kata `merdeka belajar`. Selain merdeka belajar, ada
juga satu kemerdekaan pribadi yang harus diperjuangkan oleh setiap insan, yaitu
jiwa.
Sejak
industri digital kreatif populer, banyak sekali individu yang mulai menganut
kebebasan berekspresi, keterbukaan, dan keadilan. Dari banyak pengakuan mereka,
hal itu adalah pemenuhan kepuasan mereka dan kadang dikaitkan juga dengan kesehatan mental. Pada
dasarnya memang merdeka itu berarti kita tenang karena terbebas dari suatu hal.
Namun, bagaimana kah seharusnya kita memerdekakan jiwa terutama dalam pandangan
Islam?
Jika
dalam psikologi, kemerdekaan jiwa bisa disebut dengan aktualisasi diri yang
diciptakan oleh Abraham Maslow. Aktualisasi diri adalah tingkat tertinggi
setelah kita memuaskan kebutuhan-kebutuhan di bawahnya seperti kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, dan kebutuhan akan harga
diri. Menurut Prof. Dr. Cahyono Agus yang merupakan seorang profesor di
Fakultas Kehutanan UGM beranggapan bahwa jiwa yang merdeka adalah individu yang
punya hak untuk melakukan secara bebas dan bertanggung jawab. Ingat, meskipun
kita bebas tapi kita masih punya tanggung jawab dan resiko. Dalam tingkatan
kebutuhan pun ada tanggung jawab yang perlu kita penuhi hingga sampai pada
aktualisasi diri atau kemerdekaan jiwa. Tanggung jawab yang harus kita penuhi
adalah kewajiban kita sebagai makhluk ciptaan Allah untuk menyembah kepada-Nya.
Penulis setuju akan hal itu karena jika diamati kembali dengan seksama, banyak
kebebasan yang rasanya seperti diframing dengan
kesehatan jiwa tanpa memedulikan aturan-aturan agama. Banyak sekali
konten-konten media sosial yang hanya mementingkan kepuasan duniawi dan pembuatnya
tidak sadar bahwa kelak apa yang ia suguhkan akan ditiru dan dipertanggungjawabkan.
Dalam perspektif psikologi Islam, hal itu disebut abnormal karena orientasinya
kepada duniawi.
Kita
adalah makhluk Allah, kita menjadi hamba dan tunduk kepada Allah bukan berarti
kita tidak merdeka. Tuhan yang telah mencipta, memberi izin dan nikmat, serta menolong
kita patutlah kita sembah karena tak ada zat lain yang bisa memberi kita sumber
kehidupan. Hal tersebut adalah esensi kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Lalu
hakikat merdeka adalah manusia terlahir merdeka dari hal-hal yang bisa
menghalanginya untuk menyembah Allah SWT. Efek dari kemerdekaan itu sendiri
adalah jiwa yang tenang. Untuk mendapatkan ketenangan itu, kita perlu rajin bertahdzibul
akhlak agar bisa berjuang mendekatkan diri pada Sang Pencipta dan Penguasa.
Manusia menjadi merdeka ketika tidak memiliki ketakutan selain kepada Tuhannya.
Ia bisa fokus dan tenang menjalani kehidupannya selama di dunia hanya untuk
beramal baik dan beribadah. Ketika kita sudah dekat pada Allah, insyaallah apa pun tantangan dan masalah
yang menghadang dan bagaimana pun kehidupan kita di dunia, jiwa kita akan tetap
tenang karena kita paham bahwa Allah pasti punya maksud yang lebih indah dan
tujuan terhadap kita hanya untuk ridha Allah itu.
Komentar
Posting Komentar