Memaknai Momen Kemerdekaan ditengah Pandemi dapat ditinjau dari Perspektif Sosial

 Memaknai momen kemerdekaan ditengah pandemi dapat ditinjau dari perspektif sosial

Oleh : Margenseka Yolanda

Pemenang ke-1 Lomba Artikel Populer PK IMM Psikologi UHAMKA

Badai pandemi telah mengguncang dunia bahkan menelan korban meninggal hingga ratusan ribu jiwa di seluruh dunia. Momen ini tentu saja membuat semua lini menjadi babak belur tetapi semestinya tidak melunturkan rasa kemanusiaan untuk saling membantu tanpa pandang bulu. Sebagai warga negara yang baik memberikan dukungan tidak hanya dilakukan dengan terjun langsung menjadi relawan kasus Covid-19. Meskipun dirumah saja kita selalu dapat saling menjaga dengan memupuk kehidupan bertoleransi. 

Teruntuk indonesia di angka 75 tahun tidak dapat dipungkiri bahwa usia yang tak lagi muda harus bekerja keras. Jika kita sudah melihat kalender dibulan agustus tepatnya tanggal 17 maka akan mengingatkan pada momen yang paling ditunggu bagi warga Indonesia baik dari kalangan anak-anak hingga lansia. Suasana semarak yang dihadirkan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur di medan perang seolah menjadi kepuasan tersendiri bagi yang ikut berpartisipasi dalam menyambut hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, seiring dengan kondisi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini mengharuskan kita untuk bisa beradaptasi secara tepat dengan perubahan yang terjadi. Perubahan dalam memperingati 17 Agustus 1945 tahun ini menarik untuk diulik terkait dengan memaknai momen kemerdekaan di tengah pandemi dilihat dari prespektif sosial.

Memaknai kemerdekaan di masa pandemi merupakan peluang sekaligus tantangan. Meskipun grafik perkembangan kasus positif korona di Indonesia belum menunjukkan kecenderungan melandai sejak kasus pertama ditemukan pada 2 Maret 2020, semangat gotong royong untuk keluar dari jebakan pandemi tentunya tidak boleh surut. Tekanan ekonomi yang tak tentu kapan akan berakhir, ancaman resesi, serta efek domino lainnya sangat rentan memicu konflik sosial.

Momen pandemi menjadi tantangan yang luar biasa untuk tetap saling bahu membahu dan merawat kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bersatu kita teguh meruntuhkan badai pandemi. Hal lainnya yang menjadi polemik rasa optimimisme kemerdekaan menuju Indonesia maju adalah Indonesia bekerja. Buah yang ditanamkan oleh para leluhur bangsa berupa rasa gotong royong yang kuat untuk menyatukan bangsa Indonesia keluar dari belenggu penjajahan harus dipetik. Dengan bergotong royong, kita akan memiliki kekuataan yang tangguh, dan memiliki rasa mandiri untuk berjalan ke arah kehidupan yang lebih baik. Upaya ini bisa menjadi modal bagi negara Indonesia untuk menuju Indonesia maju. Meskipun, kita harus bisa beradaptasi secara bijak tentang kebiasaan bekerja yang berubah secara drastis. Kebiasaan bekerja yang baru dipengaruhi oleh era digital diharapkan mampu membuat urusan pekerjaan menjadi efektif dan efisien

Nuansa kemerdekaan tidak pernah jauh dari kerumunan orang banyak untuk melakukan berbagai kegiatan perlombaan setelah bendera merah putih dikibarkan. Meskipun upacara bendera merah putih di Istana Merdeka dilaksanakan secara virtual, hal ini tidak mengurangi rasa khidmat untuk tetap pada posisi sempurna saat bendera dinaikkan hal tersebut menumbuhkan rasa nasionalisme dan jiwa sosial terhadap cintanya kepada negara. Perubahan akibat pandemi Covid-19 memang berimbas pada transformasi digital seperti realitas virtual di samping realitas sosial. Realitas virtual diterapkan sebagai bentuk optimalisasi media virtual untuk meredam penyebaran virus Covid-19 yang juga di dukung oleh berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti physical distansing, PSBB, gerakan menggunakan masker, hand sanitizer, dan isolasi mandiri.

Masalah-masalah yang dihadapi membuat penulis mengumpulkan gagasan-gagasan tentang rasa sosialisme kemerdekaan menuju Indonesia maju. Sebelum pada rasa sosial tersebut, makna kemerdekaan Indonesia di tengah pandemi hadir dengan cita rasa yang unik. Arti kata merdeka yang berarti kebebasan, justru berbanding terbalik dengan keterbatasan ruang gerak kita yang sempit untuk menunjukkan rasa patriotisme bangsa, menahan diri dari hawa nafsu hal-hal yang kita gemari di luar sana, terlebih tentang ketidakluasan untuk mengeksplorasi untuk saling bersosialisasi melalui virtual atau daring. Semua hambatan perlu dipusatkan ke arah positif guna mewujudkan optimisme baru bagi kemerdekaan menuju Indonesia maju. Dilansir dari antaranews.com, bahwa enam bulan di masa Covid-19, Widodo Muktiyo (Guru besar Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Sebelas Maret) menyimak adanya beberapa perubahan positif di masyarakat, misalnya berkembangnya gaya hidup sehat, gaya hidup konektivitas dan gaya hidup solidaritas.   

Gaya hidup solidaritas tanpa batas patut dijadikan konsep kemerdekaan Indonesia. Namun, solidaritas seakan luntur di tengah pandemi. Sedangkan egoisme menjadi kenyataan dalam menjalani kehidupan era pandemi. Padahal solidaritas mampu mendukung kita untuk mewujudkan gerakan Indonesia maju HUT RI ke-75. Membantu orang-orang yang terdampak covid-19 dengan menggalang dana merupakan bentuk solid yang harus diapresiasi. Ini bukan hanya soal tentang nilai rupiah yang dihasilkan, melainkan menjadi wadah rasa solidaritas yang tinggi.

Rasa solidaritas tidak boleh hancur hanya karena wabah corona. Seperti tawaran Giovanni Bocaccio dalam novel "Decameron" yang mengisahkan wabah menyerang Kota Florence, Italia pada 1348. Wabah itu merenggut 60% populasi penduduk kota tersebut. Ikatan sosial hancur karena mereka saling menolak merawat, bahkan keluarga sendiri yang terkena penyakit. Orang-orang lainnya kembali ke desa dan membuat dirinya berkelompok, saling berbagi cerita menyenangkan untuk menghibur diri. Tawaran ini jelas menggambarkan betapa pentingnya menjaga rasa solidaritas di tengah wabah berlangsung.

Gaya hidup sehat menjadi optimisme yang pertama di tengah pandemi covid-19. Masyarakat Indonesia terlihat begitu bergairah untuk menerapkan hidup sehat supaya dapat membangun imun melalui berfikir positif salah satunya untuk mebantu tubuh untuk menghindari penularan virus. Berfikir positif terbentuk pada saat kita selalu diiringi dengan rasa kebahagiaan dengan demikian langkah awal yang perlu diterapkan untuk meraih kebahagia haruslah saling bersosialisasi.

 

Sumber

Tempo.id. 2020. “Refleksi Hari Kemerdekaan, Antara Pandemi dan Pendidikan”.             [Online].             https://bisnis.tempo.co/read/1374393/refleksi-hari-    kemerdekaan-antara-   pandemi-dan-pendidikan/full&view=ok. Diakses    pada 27 Agustus 2020.

Kusumaningtyas, Shela. 2020. “Makna Merdeka di Saat Pandemi Seperti    Sekarang”.      [Online].             https://www.minews.id/asumsi/makna-          merdeka-di-saat-         pandemi-seperti-         sekarang. Diakses pada  1 september 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harmoni dalam Komunikasi Organisasi

GEMALI

Pemimpin Cahaya