Nasionalisme di Tapal Batas Ibu Pertiwi
Nasionalisme menurut Hara
(2000), yakni persamaan keanggotaan dan kewarganegaraan dari semua kelompok
etnis dan budaya di dalam suatu bangsa. Nasionalisme juga amat dibutuhkan dalam
menampilkan identitas suatu Negara, jika suatu Negara memiliki nasionalisme
maka itu yang menjadi kebanggan atas Negara tersebut. Naionalisme sebagai
kebanggaan atas identitas suatu Negara bukan berasal dari suatu hal yang
dipelajari dan bukan dari warisan yang terus turun temurun. Nasionalisme
sebagai identitas Negara mencerminkan pemerintah yang bersih, demokrasi dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia. Sejatinya dari definisi mengenai
nasionalisme menurut para ahli maka nasionalisme merupakan jati diri dalam
penetapan identitas individu di antara masyarakat dunia.
Nasionalisme di Indonesia
tidak hanya mencangkup arti kata yang sempit tetapi lebih ke arah humanisme
antar setiap bangsanya agar terhindar dari disintegrasi (pemecah bangsa).
Tantangan nasionalisme dalam era digital seperti sekarang ini masih menjadi
momok yang perlu dibahas dan diulik lagi. Selama ini nasionalisme terus
digencarkan dalam bidang pendidikan formal yakni dengan mengimplementasikan wujud
dari butir-butir pancasila, seperti yang telah diketahui nasiionalisme muncul
ditandai dengan peristiwa sumpah pemuda. Jika nasionalisme pada tempo dahulu
lebih menitikberatkan pada pembentukan kesadaran kolektif demi memerdekakan
diri sendiri dan kolonialisme, maka nasionalisme pada era digital sekarang ini
lebih kepada pembangunan kesadaran dalam membentuk Indonesia yang maju dan
berdaulat.
Nasionalisme dalam era
digital sekarang ini bisa dikatakan memudar seiring berjalannya waktu, hal ini
ditandai dengan terpinggirnya nilai-nilai pancasila dan terfokuskannya pendidikan
formal pada ekonomi dan kemajuan iptek. Nasionalisme dalam pendidikan formal di
era digital sekarang hanya sebatas ilmu pengetahuan tanpa adanya penerapan atau
langkah dalam mengupayakan terbentuknya Indonesia yang lebih baik lagi.
Memudarnya nasionalisme pada era digital ini ditandai dengan maraknya konflik
pada Aceh, Papua, Poso, Ambon dan bermunculnya ormas-ormas yang bertentangan
dengan ideologi Indonesia. Terlepas dari hal tersebut, momok seperti ini harus
segera diberikan pencerahan dalam upaya menumbuhkan kesadaran bangsa, serta
menimbulkan wujud persatuan dan kesatuan bangsa jika nasionalisme tidak kembali
disuarakan maka persatuan dan kesatuan akan terancam dan generasi muda akan
bersikap apatis terhadap negerinya sendiri.
Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku, budaya, agama yang menyebabkan kita memiliki berbagai
macam perbedaan, bahasa, adat istiadat dan letak geografis. Terlepas dari hal
tersebut, bagaimanakah keadaan wilayah Indonesia yang ada di daerah
perbatasan?. Hal tersebut perlu digali lebih dalam lagi, terlebih lagi ada
beberapa kepentingan golongan tersebut yang memanfaatkan situasi wilayah
perbatasan yang lemah dengan mendirikan beberapa ormas-ormas yang sangat
bertentangan dengan ideologi Negara. Jika persatuan dan kesatuan dalam daerah
perbatasan tidak dibentuk secara kesuluruhan bagaimanakah persatuan dan
kesatuan akan baik-baik saja kedepannya. Persatuan dan kesatuan harus menjadi
bagian dari implementasi sila ke 3 pancasila dalam kaitannya dengan
nasionalisme itu sendiri demi terciptanya Indonesia yang lebih baik lagi. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun
2008 Pasal 5 tentang Wilayah Negara, ada tiga negara yang perbatasan langsung
dengan daratan Indonesia, yakni Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nuigini. Menteri Dalam Negeri selaku Kepala Badan Nasional
Pengelola Perbatasan (BNPP), Tito Karnavian (Sindonews.com) menjelaskan bahwa
permasalahan mengenai batas Negara baik darat, laut maupun udara. Dalam
Bappenas.go.id dijabarkan bahwa permasalahan mengenai batas Negara di kawasan
perbatasan memanglah masih belum jelas patok-patoknya, permasalahan di darat
juga mencangkup patok-patok pemindahan batas Negara yang sangat merugikan
masyarakat sekitar dari segi ekonomi hingga lingkungan, namun pada dasarnya
penetapan patok Negara di darat mayoritas sudah disepakati. Saat ini yang
menjadi titik perhatian adalah batas laut yang sesuai dengan zona ekonomi
eksklusif dan batas laut kontinen yang masih belum menemukan titik temu
karena perbedaan status kenegaraan
antara Indonesia sebagai negara maritim dan negara lain yang menganut status
sebagai negara kontinyu, selain itu ketidaktahuan masyarakat yang berprofesi
sebagai nelayan akan batas-batas Negara sering terjadi, pelanggaran-pelanggaran
tersebut dilakukan oleh nelayan asing maupun nelayan Indonesia.
Berdasarkan GBHN 1999-2004
“meningkatkan pembangunan diseluruh daerah terutama kawasan timur Indonesia,
daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada
prinsip desentralisasi dan otonomi daerah”. Pada Propernas 2000-2004 “program
pengembangan daerah perbatasan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan
perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan
Negara lain”. Wilayah perbatasan merupakan salah satu wilayah yang sangat
rentan, hal ini dapat dibuktikan dari maraknya isu kesenjangan sosial, minimya
akses menuju wilayah perbatasan, dan tingginya tingkat kejahatan seperti
penyeludupan barang-barang. Dampak negatif tersebut dapat dirasakan ditengah
masyarakat daerah perbatasan seperti yang diberitakan pada matapolitik.com pada
tahun 2018 yang berjudul “kelakar warga di tapal batas : rupiah di dadaku,
ringgit di perutku”, hal ini merujuk pada kesenjangan sosial (kondisi
ketidakseimbangan sosial masyarakat). Pada artikel tersebut digambarkan bahwa
mayoritas warga Negara Indonesia yakni bagian Kalimantan Barat dan Kalimantan
Selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, mayoritas masyarakat disana
mengaku bahwa lebih mudah mendistribusikan barang-barang mereka ke Malaysia
karena jarak nya lebih mudah dijangkau dan tidak jauh. Hal tersebut juga yang
mendasari mereka untuk menggunakan ringgit sebagai alat tukar dan semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Hal tersebut bila terus dibiarkan akan
terus-menerus membuat mereka ketergantungan pada Negara tetangga.
Pemerintah tidak serta-merta
menutup mata mereka terhadap hal tersebut karena menurut informasi yang
diperoleh dari laman bnpp.go.id telah dijelaskan bahwa kini Indonesia telah
memiliki PLBN (Pos Lintas Batas Negara) yang sangat memadai, hal tersebut
tentunya akan menimbulkan dampak positif bagi masyarakat sekitar dalam
mendistribusikan barang dan tidak tergantung pada Negara tetangga lagi. BNPP
juga berkomitmen untuk menjadikan kawasan perbatasan Negara sebagai halaman
depan dan beranda Negara karena paradigma mengenai kawasan perbatasan sebagai
kawasan terbelakang adalah hal yang sangat keliru, wilayah perbatasan
seharusnya menjadi jendela utama kedaulatan atas NKRI. PLBN yang sudah dibangun
7 PLBN, di Kalimantan barat terdapat 3 pembangunan PLBN diantaranya: PLBN Aruk
(Kabupaten Sambas), PLBN Entikong (Kabupaten Sanggau), dan PLBN Badau (Kabupaten
Kapuas Hulu). Pada wilayah Nusa Tenggara Timur terdapat 3 PLBN antara lain;
PLBN Motaain (kabupaten Belu), PLBN Motamasin (Kabupaten Malaka), PLBN Wini
(Kabupaten Timor Tengah Utara). Pada wilayah Timor Leste telah dibangun PLBN
Skouw (Distrik Muara Tami, Jayapura). PLBN tersebut akan dikembangkan lebih
lanjut oleh BNPP agar tidak hanya menjadi tempat pelayanan namun juga sebagai
tempat pengembangan beragama aktivitas perekonomian warga di daerah perbatasan,
kawasan pertumbuhan ekonomi baru, serta menjadikan kawasan perbatasan sebagai
kawasan kompetitif nasional dan pintu gerbang perdagangan Internasional.
Bidang Hikmah
2019
Sumber
Referensi
Kusumawardani, Anggraeni & Faturochman. (2004).
Nasionalisme. Buletin Psikologi, XII (2), 65.
http://bnpp.go.id/index.php/berita/beritadetail/bea-cukai-dan-instansi-pemerintah-bahas-permasa
lahan-di-perbatasan-indonesia-png (diakses pada tanggal 28 Juli 2020)
https://nasional.sindonews.com/berita/1552807/14/tito-tegaskan-masalah-perbatasan-indonesia-belum-selesai (diakses pada tanggal 28 Juli 2020)
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.bappenas.go.id/files/7813/5183/0804/bab3__20081123043639__968__2.doc&ved=2ahUKEwjor7b70PPqAhXUXCsKHWCEB4YQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw13S861iPbLVE71G7i_FS0s (diakses pada tanggal 28 Juli 2020)
https://www.matamatapolitik.com/kelakar-warga-di-tapal-batas-garuda-di-dada-ringgit-di-perut-original-news-polling/ (diakses pada tanggal 28 Juli 2020)
Hai kak 🤗🙂, terima kasih telah berkunjung ke blog kami, berikut link absensi yang harus diisi
BalasHapusABSENSI KEHADIRAN
Wow pembahasannya menarik banget, sedikit banyak jadi tau tentang keadaan perbatasan. Topik yang biasanya masuk di matkul dasar wajib kampus tapi sering disepeliin padahal ini penting banget, khususnya buat temen-temen millenials. Semangat dan sukses selalu ya ^^
BalasHapus